oleh RUFIQAH SARI Mahasiswi Tafsir Hadis UIN SUSKA
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sejak
pertama kali diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW, sampai sekarang ini
mempunyai visi dan misi yang tetap. Artinya bahwa prinsip dasar dan tujuan
utama al-Qur’an yang hendak disampaikan kepada umat ini tidak pernah berubah.
Hanya saja, semangat al-Qur’an itu bisa saja berbeda, manakala ditangkap oleh
obyek yang berbeda pula, sehingga pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an pun
dapat saja atau kurang tepat. Ini terjadi karena respon seseorang terhadap
al-Qur’an pada kurun waktu tertentu akan berbeda dengan respon seseorang yang
hidup pada kurun waktu yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JADALIL QUR’AN
Jadal
dan Jidal ialah bertukar fikiran atas dasar menundukkan lawan. Orang yang berdebat
mempunyai maksud agar lawan berdebatnya goyah dalam pendirian sehingga ia
berpaling dari pendiriannya itu.
Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat atau kebiasaan manusia,
sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 54:
tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
“Dan
Sesungguhnya kami Telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran Ini
bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak
membantah.”
(QS. 18 : 54)
Rasul sebagai utusan Allah, disuruh untuk berdebat dengan orang-orang musyrik
dengan jalan yang baik untuk mematahkan keruncingan (pemahaman dan lain-lain)
orang-orang musyrik tersebut. Dan Allah pun membolehkan kita untuk
bermunadharah dengan ahlul kitab dengan mempergunakan jalan yang baik.
Allah menyuruh atau membolehkan kita untuk bermunadharah dengan orang-orang di
luar Islam adalah untuk menampakkan kebenaran dan menegakkan keterangan
terhadap benarnya kebenaran yang ditampakkan itu. Hal inilah jalan yang
dipergunakan Al-Quran dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mematahkan
keterangan-keterangan orang-orang yang menantang Al-Quran.[1]
B. CARA AL-QURAN
BERMUNADHARAH
Al-qur’an
tidak menempuh jalan yang ditempuh oleh para mutakallimin yang memerlukan
adanya mukaddimah dan natijah sebagai yang telah diterangkan oleh ilmu manthiq.
Yaitu mengambil dalil dengan suatu kulliy terhadap juz-iy dalam qiyas syumul.
Atau mengambil dalil dengan salah satu juz-iy terhadap yang lain pada qiyas
tamsil atau mengambil dalil dengan juz-iy terhadap kully pada qiyas istiqra’.
Hal yang demikian itu, adalah:
a. Karena Al-Quran
menghadapi orang Arab dengan bahasa yang diketahui mereka.
b. Karena berpegang
kepada yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan
tanpa memerlukan pemikiran yang dalam adalah lebih kuat pengaruhnya.
c.
Karena
mempergunakan tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, merupakan teka-teki
yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu.
Dalil-dali
tauhid dan hidup kembali di akhirat yang disebut dalam Al-Quran adalah dari
dalil-dalil yang menunjuk kepada madlulnya dengan sendirinya tanpa perlu kepada
qadliyah kulliyah.[2]
C. BEBERAPA MACAM
MUNADHARAH AL-QURAN DAN DALIL-DALILNYA
Di bawah
ini beberapa contoh macam munadharah yang ada dalam Al-Qur’an beserta
dalil-dalilnya.
1. Menyebutkan ayat-ayat
yang menyuruh kita melakukan nadhar dan tadabbur, memperhatikan keadaan alam
untuk menjadi dalil buat menetapkan dasar-dasar akidah, seperti ke-Esaan Allah
dalam ke-uluhiyahan-Nya, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab, iman kepada
Rasul dan iman kepada Hari Akhir. Hal seperti ini banyak sekali disebut dalam
Al-Quran.
2. Membantah
pendapat-pendapat kaum penantang dan mematahkan keterangan-keterangan mereka.
Untuk hal ini, Al-Quran menempuh beberapa cara, di antaranya :
a. Menanyakan tentang urusan-urusan yang diterima baik
oleh akal agar orang yang dihadapi itu membenarkan apa yang tadinya diingkari,
seperti mengambil dalil adanya makhluq ini merupakan bukti terhadap adanya
Khaliq: (Qs. at-Thuur: 35-43)
÷Pr& (#qà)Î=äz ô`ÏB Îöxî >äóÓx« ÷Pr& ãNèd cqà)Î=»yø9$# ÇÌÎÈ ÷Pr& (#qà)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur 4 @t/ w tbqãZÏ%qã ÇÌÏÈ ÷Pr& öNèdyZÏã ßûÉî!#tyz y7În/u ÷Pr& ãNèd tbrãÏÜøkÁßJø9$# ÇÌÐÈ ÷Pr& öNçlm; ÒO¯=ß tbqãèÏJtGó¡o ÏmÏù ( ÏNù'uù=sù NßgãèÏJtFó¡ãB 9`»sÜù=Ý¡Î0 AûüÎ7B ÇÌÑÈ ÷Pr& ã&s! àM»oYt7ø9$# ãNä3s9ur tbqãZt6ø9$# ÇÌÒÈ ÷Pr& óOßgè=t«ó¡n@ #\ô_r& Nßgsù `ÏiB 5Qtøó¨B tbqè=s)÷WB ÇÍÉÈ ÷Pr& ÞOèdyYÏã Ü=øtóø9$# ôMßgsù tbqç7çFõ3t ÇÍÊÈ ÷Pr& tbrßÌã #Yøx. ( tûïÏ%©!$$sù (#rãxÿx. ç/èf tbrßÅ3yJø9$# ÇÍËÈ ÷Pr& öNçlm; îm»s9Î) çöxî «!$# 4 z`»ysö6ß «!$# $¬Hxå tbqä.Îô³ç ÇÍÌÈ
b.
Mengambil
dalil dengan asal kejadian untuk menetapkan adanya hari berbangkit: (QS. Qaf :
15, Al-Qiyamah : 36-40, Ath-Thariq : 5-7, Fushshilat : 39)
c.
Membatalkan
pendapat lawan dengan membuktikan kebenaran sesuatu yang berlawanan dengan
pendapat lawan itu: (Qs. al-An’am: 91).
$tBur (#râys% ©!$# ¨,ym ÿ¾ÍnÍôs% øÎ) (#qä9$s% !$tB tAtRr& ª!$# 4n?tã 9|³o0 `ÏiB &äóÓx« 3 ö@è% ô`tB tAtRr& |=»tGÅ3ø9$# Ï%©!$# uä!%y` ¾ÏmÎ/ 4ÓyqãB #YqçR Yèdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ( ¼çmtRqè=yèøgrB }§ÏÛ#ts% $pktXrßö6è? tbqàÿøéBur #ZÏWx. ( OçFôJÏk=ãæur $¨B óOs9 (#þqçHs>÷ès? óOçFRr& Iwur öNä.ät!$t/#uä ( È@è% ª!$# ( ¢OèO öNèdös Îû öNÍkÅÎöqyz tbqç7yèù=t ÇÒÊÈ
d.
Mengumpulkan
beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat itu bukanlah illat hukum yang
di dalam istilah dinamakan sabr dan taqsim: (Qs. al-An’am: 142, 144).
e.
Menundukkan
lawan dan mematahkan hujjahnya dengn menerangkan bahwa pendapat lawan itu
menimbulkan sesuatu pendapat yang tidak dibenarkan oleh seseorangpun.[3] (Qs. al-An’am: 100-101).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadal dan
Jidal ialah bertukar fikiran atas dasar menundukkan lawan. Orang yang berdebat mempunyai
maksud agar lawan berdebatnya goyah dalam pendirian sehingga ia berpaling
dari pendiriannya itu.
Macam-macam
munadharah yaitu agar kita bisa bertadabbur, dan membantah pendapat kaum-kaum
penantang,
[2] Hasbi ash
shiddieqy. Ilmu-Ilmu al-Qur’an Media-Media Pokok Dalam Menafsirkan al-Qur’an.
Bulan Bintang. Jakarta. 1972. hal. 190
0 komentar:
Posting Komentar