Kamis, 17 November 2011

JADALIL QUR’AN



oleh RUFIQAH SARI Mahasiswi Tafsir Hadis UIN SUSKA

BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sejak pertama kali diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW, sampai sekarang ini mempunyai visi dan misi yang tetap. Artinya bahwa prinsip dasar dan tujuan utama al-Qur’an yang hendak disampaikan kepada umat ini tidak pernah berubah. Hanya saja, semangat al-Qur’an itu bisa saja berbeda, manakala ditangkap oleh obyek yang berbeda pula, sehingga pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an pun dapat saja atau kurang tepat. Ini terjadi karena respon seseorang terhadap al-Qur’an pada kurun waktu tertentu akan berbeda dengan respon seseorang yang hidup pada kurun waktu yang lainnya.




BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JADALIL QUR’AN
            Jadal dan Jidal ialah bertukar fikiran atas dasar menundukkan lawan. Orang yang berdebat mempunyai maksud  agar lawan berdebatnya goyah dalam pendirian sehingga ia berpaling dari pendiriannya itu.
            Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat atau kebiasaan manusia, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 54:
tb%x.ur ß`»|¡RM}$# uŽsYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ  
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran Ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. 18 : 54)
            Rasul sebagai utusan Allah, disuruh untuk berdebat dengan orang-orang musyrik dengan jalan yang baik untuk mematahkan keruncingan (pemahaman dan lain-lain) orang-orang musyrik tersebut. Dan Allah pun membolehkan kita untuk bermunadharah dengan ahlul kitab dengan mempergunakan jalan yang baik.
            Allah menyuruh atau membolehkan kita untuk bermunadharah dengan orang-orang di luar Islam adalah untuk menampakkan kebenaran dan menegakkan keterangan terhadap benarnya kebenaran yang ditampakkan itu. Hal inilah jalan yang dipergunakan Al-Quran dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mematahkan keterangan-keterangan orang-orang yang menantang Al-Quran.[1]
B. CARA AL-QURAN BERMUNADHARAH
Al-qur’an tidak menempuh jalan yang ditempuh oleh para mutakallimin yang memerlukan adanya mukaddimah dan natijah sebagai yang telah diterangkan oleh ilmu manthiq. Yaitu mengambil dalil dengan suatu kulliy terhadap juz-iy dalam qiyas syumul. Atau mengambil dalil dengan salah satu juz-iy terhadap yang lain pada qiyas tamsil atau mengambil dalil dengan juz-iy terhadap kully pada qiyas istiqra’. Hal yang demikian itu, adalah:
a.     Karena Al-Quran menghadapi orang Arab dengan bahasa yang diketahui mereka.
b.     Karena berpegang kepada yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa memerlukan pemikiran yang dalam adalah lebih kuat pengaruhnya.
c.      Karena mempergunakan tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, merupakan teka-teki yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu.
Dalil-dali tauhid dan hidup kembali di akhirat yang disebut dalam Al-Quran adalah dari dalil-dalil yang menunjuk kepada madlulnya dengan sendirinya tanpa perlu kepada qadliyah kulliyah.[2]
C. BEBERAPA MACAM MUNADHARAH AL-QURAN DAN DALIL-DALILNYA
Di bawah ini beberapa contoh macam munadharah yang ada dalam Al-Qur’an beserta dalil-dalilnya.
1.     Menyebutkan ayat-ayat yang menyuruh kita melakukan nadhar dan tadabbur, memperhatikan keadaan alam untuk menjadi dalil buat menetapkan dasar-dasar akidah, seperti ke-Esaan Allah dalam ke-uluhiyahan-Nya, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab, iman kepada Rasul dan iman kepada Hari Akhir. Hal seperti ini banyak sekali disebut dalam Al-Quran.
2.     Membantah pendapat-pendapat kaum penantang dan mematahkan keterangan-keterangan mereka. Untuk hal ini, Al-Quran menempuh beberapa cara, di antaranya :
a.    Menanyakan tentang urusan-urusan yang diterima baik oleh akal agar orang yang dihadapi itu membenarkan apa yang tadinya diingkari, seperti mengambil dalil adanya makhluq ini merupakan bukti terhadap adanya Khaliq: (Qs. at-Thuur: 35-43)
÷Pr& (#qà)Î=äz ô`ÏB ÎŽöxî >äóÓx« ÷Pr& ãNèd šcqà)Î=»yø9$# ÇÌÎÈ   ÷Pr& (#qà)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur 4 @t/ žw tbqãZÏ%qムÇÌÏÈ   ÷Pr& öNèdyZÏã ßûÉî!#tyz y7În/u ÷Pr& ãNèd tbrãÏÜøkÁßJø9$# ÇÌÐÈ   ÷Pr& öNçlm; ÒO¯=ß tbqãèÏJtGó¡o ÏmŠÏù ( ÏNù'uù=sù NßgãèÏJtFó¡ãB 9`»sÜù=Ý¡Î0 AûüÎ7B ÇÌÑÈ   ÷Pr& ã&s! àM»oYt7ø9$# ãNä3s9ur tbqãZt6ø9$# ÇÌÒÈ   ÷Pr& óOßgè=t«ó¡n@ #\ô_r& Nßgsù `ÏiB 5Qtøó¨B tbqè=s)÷WB ÇÍÉÈ   ÷Pr& ÞOèdyYÏã Ü=øtóø9$# ôMßgsù tbqç7çFõ3tƒ ÇÍÊÈ   ÷Pr& tbr߃̍ム#YøŠx. ( tûïÏ%©!$$sù (#rãxÿx. ç/èf tbrßÅ3yJø9$# ÇÍËÈ   ÷Pr& öNçlm; îm»s9Î) çŽöxî «!$# 4 z`»ysö6ß «!$# $¬Hxå tbqä.ÎŽô³ç ÇÍÌÈ  
b.    Mengambil dalil dengan asal kejadian untuk menetapkan adanya hari berbangkit: (QS. Qaf : 15, Al-Qiyamah : 36-40, Ath-Thariq : 5-7, Fushshilat : 39)
c.     Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan kebenaran sesuatu yang berlawanan dengan pendapat lawan itu: (Qs. al-An’am: 91).
$tBur (#râys% ©!$# ¨,ym ÿ¾ÍnÍôs% øŒÎ) (#qä9$s% !$tB tAtRr& ª!$# 4n?tã 9Ž|³o0 `ÏiB &äóÓx« 3 ö@è% ô`tB tAtRr& |=»tGÅ3ø9$# Ï%©!$# uä!%y` ¾ÏmÎ/ 4ÓyqãB #YqçR Yèdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ( ¼çmtRqè=yèøgrB }§ŠÏÛ#ts% $pktXrßö6è? tbqàÿøƒéBur #ZŽÏWx. ( OçFôJÏk=ãæur $¨B óOs9 (#þqçHs>÷ès? óOçFRr& Iwur öNä.ät!$t/#uä ( È@è% ª!$# ( ¢OèO öNèdösŒ Îû öNÍkÅÎöqyz tbqç7yèù=tƒ ÇÒÊÈ  
d.    Mengumpulkan beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat itu bukanlah illat hukum yang di dalam istilah dinamakan sabr dan taqsim: (Qs. al-An’am: 142, 144).
e.    Menundukkan lawan dan mematahkan hujjahnya dengn menerangkan bahwa pendapat lawan itu menimbulkan sesuatu pendapat yang tidak dibenarkan oleh seseorangpun.[3] (Qs. al-An’am: 100-101).


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadal dan Jidal ialah bertukar fikiran atas dasar menundukkan lawan. Orang yang berdebat mempunyai maksud  agar lawan berdebatnya goyah dalam pendirian sehingga ia berpaling dari pendiriannya itu.
Macam-macam munadharah yaitu agar kita bisa bertadabbur, dan membantah pendapat kaum-kaum penantang,
  

[2] Hasbi ash shiddieqy. Ilmu-Ilmu al-Qur’an Media-Media Pokok Dalam Menafsirkan al-Qur’an. Bulan Bintang. Jakarta. 1972. hal. 190

0 komentar:

Posting Komentar